Ada yang lebih penting dari IQ

Posted by Unknown Selasa, 13 September 2016 0 komentar

By : Ibu Elly Risman
( Senior Psikolog dan Konsultan, UI )
Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi Allah yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri .
Jangan memainkan semua peran,
ya jadi ibu,
ya jadi koki,
ya jadi tukang cuci.
ya jadi ayah,
ya jadi supir,
ya jadi tukang ledeng,
Anda bukan anggota tim SAR!
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya. Tidak ada sinyal S.O.S!
Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.
#Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini...Ayah bantu!".
#Tutup botol minum sedikit susah dibuka, "Sini...Mama saja".
#Tali sepatu sulit diikat, "Sini...Ayah ikatkan".
#Kecipratan sedikit minyak
"Sudah sini, Mama aja yang masak".
Kapan anaknya bisa?
Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana, Apa yang terjadi ketika bencana benar2 datang?
Berikan anak2 kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Kemampuan menangani stress,
Menyelesaikan masalah,
dan mencari solusi,
merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki.
Dan skill ini harus dilatih untuk bisa terampil,
Skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan.
Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi,
tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
Tampaknya sepele sekarang...
Secara apalah salahnya kita bantu anak?
Tapi jika anda segera bergegas mnyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.
Sakit sedikit, mengeluh.
Berantem sedikit, minta cerai.
Masalah sedikit, jadi gila.
Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.
AQ? 
Apa itu? 
ADVERSITY QUOTIENT
Menurut Paul G. Stoltz,
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?
Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya.
Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar2 tidak sanggup lagi.
So, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup...
Tidak masalah anak mengalami sedikit luka, sedikit menangis, sedikit kecewa, sedikit telat, dan sedikit kehujanan.
Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan. 
Ajari mereka menangani frustrasi.
Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,
Apa yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari?
Bisa2 anak anda ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi,
Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.
Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi,
Jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua.
Tapi sadarilah,
hidup tidaklah mudah,
masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak bisa dihindari.
Selamat merenung.

Baca Selengkapnya ....

5 Resep Disiplin Tanpa Kekerasan ala Rasulullah SAW

Posted by Unknown 0 komentar

"Perintahkan anakmu supaya shalat ketika berumur 7 tahun dan pukullah mereka (jika tidak mau shalat) ketika berumur 10 tahun, serta pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya".
(HR.Abu Dawud, Al Hakim dan Baihaiqi).
Memaknai hadist diatas jangan langsung bawa tongkat atau cambuk jika anak tidak shalat setelah umur 10 tahun. Karena nabi memerintahkan hal itu melalui sebuah latihan pembiasaan selama 3 tahun. Yaitu sejak anak umur 7 tahun sampai dengan 10 tahun. Lalu apa saja yang harus dilakukan agar anak tidak perlu dipukul dan secara sadar shalat tanpa membantah jika sudah waktunya ? Ini dia 5 resep Nabi Muhammad SAW dalam mendisiplinkan anak.
1. Menanamkan Akidah Sebagai Pondasi.
Dalam Alquran, seorang ayah yang sholih bernama Luqman Al Hakim pertama kali menasehati anaknya adalah sebagai berikut :
" Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman besar".
Bermodal akidah yang kokoh maka kedisiplinan dalam menunaikan perintah Allah akan memicu anak untuk disiplin dan istiqomah dalam berbagai aspek kehidupan. Jadi tanamkan sejak usia dini bahwa kalimat tauhid yang harus mereka jaga sampai mati adalah " La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah.
2. Membiasakan Anak Rutin Beribadah
Tidak ada jaminan bahwa orangtua yang soleh dan taat ibadah akan mempunyai anak yang sama tingkat ibadahnya dengan orangtuanya. Begitupun sebaliknya, ada orangtua yang jarang ibadah tapi anaknya adalah ahli ibadah. Oleh karena itu apabila sebagai orangtua sudah merasa baik ibadahnya tidak boleh abai dalam mengingatkan anak untuk disiplin beribadah. Sedangkan bagi orangtua yang masih labil dalam beribadah, ingatlah bahwa anak mencontoh dari orangtuanya. Jika ingin punya anak yang rajin beribadah maka perbaiki dulu ibadahnya.
Salah satu ibadah yang wajib dilakukan bagi seorang muslim adalah shalat. Shalat merupakan tiang ibadah. Jika seseorang sudah menyia-nyiakan kewajiban shalat maka pasti kewajiban lainnya juga lebih parah lagi alias tidak dikerjakan. Ajak anak ke mesjid, jelaskan kenapa harus shalat, berikan perlengkapan shalat yang menarik sesuai usia anak.
3. Mengenalkan Ahlak Terpuji
Mengajarkan ahlakul karimah (mulia) kepada anak adalah hal penting yang harus dilakukan sejak usia dini. Rasulullah bersabda : “ Yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik ahlaknya”. Manusia yang punya ilmu tinggi tapi tidak berahlak maka ilmunya tidak akan bermanfaat tapi malah dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan pada sesama.
Cara mengajarkan ahlakul karimah ini adalah dengan pembiasaan. Pertama biasakan orangtua menemani anaknya saat aktivitas harian. Saat anak makan ajak anak untuk berdoa sebelum makan, ajarkan cara makan yang baik yaitu dengan tangan kanan. Ketika anak ingin ke kemar mandi ajarkan doa ke kamar mandi. Apabila mau tidur bacakan cerita tentang kisah kisah teladan yang bisa dicontoh anak dan tak lupa ajarkan pula doa sebelum tidur.
Kedua adalah memberi teladan. Yaitu dengan cara mencontohkan langsung kepada anak bagaimana tingkah laku yang baik itu. Janganlah orangtua menyuruh anaknya belajar sementara dirinya sibuk nonton TV atau pegang gawai. Saat menyuruh anak shalat maka ajaklah berjamaah. Jika meminta anak mengaji, maka orangtua juga ada di sebelahnya mendampingi.
Sebuah syair tentang keteladanan orangtua yang saya ambil dari buku “Gantungkan Cambuk Di Rumahmu” karya Asadulloh Al-Faruq ini cukup kena di hati. Bahwa sebagai orangtua kita adalah guru pertama untuk anak anak kita. Maka sebagai guru sudah seharusnya memperbaiki ahlak dan juga terus belajar agar ilmu yang diberikan sesuuai perkembangan anak setiap waktu. Begini syairnya,
Wahai yang menjadi guru orang lain
Perhatikanlah dirimu, sebab iapun butuh pengajaran
Engkau tentukan obat untuk yang sakit agar Ia sehat
Sedang engkau sendiri dalam derita
Mulailah dari dirimu sendiri
Cegahlah dirimu dari penyimpangan
Jika Ia telah bersih darinya maka Engkaulah si bijak itu.
Yang kan didengar setiap katanya dan dicontoh semua perilakunya
Saat itulah pengajaranmu memberikan arti
4. Membuat Anak Menghargai Waktu.
Sering kita menemukan anak balita yang terjaga di jam 12 malam saat yang lain sedang lelap tertidur. Jika hal ini dibiarkan terus maka anak lama kelamaan akan selalu terjaga saat tengah malam. Tentunya hal ini mengganggu waktu Istirahat orangtua dan keluarga lainnya. Oleh karena itu, sejak balita anak harus diajarkan pembagian waktu yang benar. Islam sudah dengan sempurnanya membagi waktu dalam satu hari selama 24 jam itu dengan panggilan waktu shalat. Misalnya Bangun subuh lalu melaksanakan shalat Subuh. Waktu Istirahat di siang hari setelah melaksanakan shalat Dzuhur. Habis shalat ashar waktunya bermain. Saatnya belajar dan mengaji setelah shalat Magrib sampai lsya. Jika ini diterapkan pada anak sejak usia dini pastinya anak akan terbiasa hingga dia dewasa dan Insya Allah shalatnya juga terjaga. Sebab sebelum melalukan aktifitas apapun maka harus mendahulukan shalat.
Selain itu orangtua juga harus mendisiplinkan waktu tidur anak, misal sepakati dengan pasangan bahwa semua aktifitas harus selesai jam 9 malam. Tidak ada lagi yang mengerjakan apapun selain mengantar anak untuk pergi tidur. Waktu tidur adalah waktu istirahat yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Buatlah rutinitas seperti gosok gigi, cuci tangan dan kaki , berwudhu dan baca buku sebelum tidur. Jangan lupa setelah baca buku anak diajak berdoa. Dengan demikian anak-anak akan menutup harinya dengan manis bersama sebuah ilmu yang didapatkan dari membaca buku.
Manfaat mengajarkan anak menghargai waktu akan terasa saat anak dewasa nanti. Anak akan dmenjadi manusia yang menghargai janji dan bersikap disiplin dalam hidupnya. Rasulullah SAW Adalah teladan paling baik dalam hal menghargai waktu. Beliau membagi waktu setiap harinya menjadi 3 bagian yang hampir sama besar yaitu sepertiga waktu untuk umatnya, sepertiga waktu untuk diri dan keluarganya, serta sepertiga waktu untuk Allah SWT.
5, Memberikan Konsekuensi Sebagai Pengganti Hukuman
Jika anak melakukan kesalahan atau tidak mengikuti aturan sesungguhnya itu karena anak lebih banyak tidak tahu daripada tahu. Jadi tugas orangtualah yang memberi penjelasan mana hal yang boleh dan tidak boleh serta menunjukkan apa konsekuensinya jika anak melakukan apa yang dilarang. Konsekuensi tidak boleh menakut-nakuti anak. Misal, anak dilarang main ke dekat sungai lalu orangtua menakut-nakuti dengan mengatakan di sungai ada buaya pemakan manusia. Padahal tidak ada.
Konsekuensi yang baik adalah yang tetap bermanfaat bagi anak. Misal jika anak tetap pergi ke sungai tanpa ijin dari orangtuanya maka anak harus mencuci pakaiannya sendiri, atau dicabut hak mainnya pada siang hari dan harus diam di rumah bantu orangtua cuci piring, ngepel atau lainnya. Jadi sebuah konsekuensi tetap punya unsur edukasi dan mengandung kebaikan untuk anak itu sendiri.
Dalam hal shalat, jika anak tidak mau shalat secara syari, diperkenankan untuk menghukum anak agar bergegas shalat jika sudah 10 tahun. Apabila anak tidak mau shalat ingatkan lagi tentang pentingnya shalat dan konsekuensinya dari orangtua maupun hukuman dari Allah SWT di akhirat kelak. Anda juga bisa bilang pada anak bahwa anda ingin satu keluarga bisa berkumpul di surganya Allah SWT. Jadi kalau ada anak yang tidak mau shalat dan dimasukkan ke neraka sama Allah SWT bagaimana sedihnya keluarga yg lain karena tidak bisa bersama di surga. Padahal hidup yang paling kekal adalah di Surga.
Sentuhlah hati anak, berikan siraman agama, dan jadilah teladan idola anak agar anak tidak perlu didik dengan kekerasan.
Bismillah... yuk kita mulai dari sekarang. Menjadi orangtua memang harus selalu belajar, begitupun dengan saya. Semoga tulisan ini menjadi pengingat untuk diri saya sendiri, apabila bermanfaat silahkan bagikan kepada orangtua lainnya.
Deassy M Destiani,
Guru Paud dan penulis

Baca Selengkapnya ....

inilah cara ampuh membuat anak rajin sholat

Posted by Unknown Minggu, 11 September 2016 0 komentar


Tentunya bagi Anda sebagai orang tua ingin memiliki anak-anak yang taat kepada Allah swt. Dan ibadah yang paling utama adalah sholat! Bagaimana membuat anak-anak Anda taat akan ibadah yang agung ini? Bagaimana membuat anak-anak kita Sholat dengan kesadaran mereka sendiri tanpa diperintah, tanpa berdebat dahulu dan disiplin mendirikannya tanpa perlu diingatkan?

Apakah anak-anak Anda enggan dan malas untuk sholat? Atau bahkan mereka membuat jengkel saat mengingatkan untuk sholat? Mari kita lihat bagaimana kita bisa mengubahnya.

Ini adalah pengalaman seorang wanita yang memiliki anak perempuan yang sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Baiklah inilah cerita darinya dengan bahasa yang telah disesuaikan.

Sholat bagi anakku sepertinya hal yg sangat berat, sampai-sampai suatu hari aku berkata kepadanya: "Bangun!! Sholat!!", dan aku mengawasinya dari jauh.

Aku melihatnya mengambil sajadah, kemudian melemparkannya ke lantai. Kemudian ia mendatangiku.

Aku bertanya kepadanya: "Apakah kamu sudah sholat?"
Ia menjawab: " Sudah "?

Kemudian aku marah dengan sangat keras, karena ia berbohong tentang itu. Aku tahu aku salah, tetapi kondisinya memang benar-benar membuatku sedih.

Air mataku tak terbendung disitu...

Aku benar-benar emosi dan marah pada putriku, aku gertak dengan keras dan aku menakutinya dengan siksa neraka.

Tapi apa yang terjadi...ternyata semua ocehanku itu seperti tidak didengar dan tidak bermanfaat sekali.

Hingga suatu hari, seorang sahabatku bercerita ketika ia berkunjung kerumah seorang kerabat dekatnya (seorang yg biasa2 saja dari segi agama) , tapi ketika datang waktu sholat, semua anak-anaknya langsung bersegera melaksanakan sholat tanpa diperintah dan atas kesadaran sendiri.

Aku berkata padanya "Bagaimana anak-anakmu bisa sholat dgn kesadaran mereka tanpa berdebat dan tanpa perlu diingatkan dengan keras tanpa perlu kita marah-marah?"

Ia menjawab: "Demi Allah, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa sejak jauh sebelum aku menikah aku selalu memanjatkan DO'A ini, dan sampai saat ini pun aku selaku berdoa dengan DO'A tersebut.

Setelah aku mendengarkan nasehatnya, aku selalu tanpa henti berdoa dengan do'a ini.
Dalam sujudku...
Saat sebelum salam...
Ketika witir...
Dan disetiap waktu-waktu yang mustajab...

Wahai saudara-saudaraku...
Anakku saat ini telah duduk dibangku SMA.

Sejak aku memulai berdoa dengan doa itu sampai saat ini, anakkulah yg rajin membangunkan kami dan mengingatkan kami untuk sholat.

Dan adik-adiknya, Alhamdulillah...mereka semua selalu menjaga sholat.

Saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah kami, ia tercengang melihat anak perempuanku bangun pagi, kemudian membangunkan kami satu persatu untuk sholat.

Aku tahu Anda semua penasaran ingin mengetahui doa apakah itu?

Doa ini ada di QS.Ibrahim: 40

( رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ
وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء )
(إبراهيم ، 40)

"Robbij 'alnii muqiimash sholaati wa min dzurriyyatii robbanaa wa taqobbal du'aa"

Artinya :
"Ya Robbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat, ya Robb, perkenankanlah doaku." (QS. Ibrahim: 40)

Doa...Doa...dan Doa...
Sebagaimana Anda semua tahu bahwa doa adalah senjata seorang mukmin.

Bagikan tulisan ini dengan menekan tombol share ke sosial media kamu agar lebih banyak orang yg mengambil manfaat.

Jika anda terkesan dgn tulisan ini,
katakan: "Semoga Allah merahmati orang yang mengamalkan doa tersebut. Aamiin

Baca Selengkapnya ....

Tolong Hentikan Ustadz, Aku Tak Tahan Lagi..!!!

Posted by Unknown 0 komentar

Tahun 2010, saya melakukan survey dengan bertanya kepada beberap perempuan bekerja. Pertanyaan saya sangat sederhana, “Bu, bagaimana perasaan ibu dengan kondisi ibu bekerja saat ini, lebih merasa cukup dengan suami saja bekerja atau merasa lebih cukup dengan ibu ikut bekerja ?

90% perempuan bekerja menjawab, “Saya merasa cukup dengan hanya suami saja yang bekerja ketimbang saat ini saya ikut bekerja.”

Para istri yang saya survei itu mengaku justru dengan dirinya bekerja, utang keluarga justru bertambah, padahal niat awalnya agar utang suami tidak bertambah parah. Dulu semua yang diinginkan selalu bisa terpenuhi tapi dengan ikut bekerja menjadi selalu kurang, tidak ada yang cukup.

Setelah para istri ini curhat tentang kondisinya, lalu saya bertanya kepada, “Ibu tahu tidak penyebab mengapa dulu saat suami ibu yang bekerja semuanya tercukupi dan sekarang ibu bekerja justru selalu kurang ?”

Ibu-ibu itu menggeleng. Mereka hanya heran harusnya dengan ikut bekerja kebutuhan rumah tangga menjadi lebih dari cukup.




Saya sampaikan begini kepada ibu-ibu itu :

Keberkahan rezki ibu telah hilang, ibu-ibu
tahu mengapa hilang ? Begini, dulu saat suami ibu saja yang bekerja ibu masih sempat mengurus anak-anak berangkat sekolah. Ibu masih sempat membangunkan suami untuk shalat malam. Ibu masih sempat membuatkan sarapan untuknya. Dan ketika suami ibu pulang kerja, ibu sudah cantik berdandan rapi untuk menghilangkan kelelahan suami ibu sore itu. Ibu masak yang terenak untuk suami dan masih sempat membacakan dongeng untuk anak-anak ketika akan tidur dan masih “fresh” saat suami ibu mengajak bercinta.

Tapi saat ibu bekerja saat ini, ibu lebih awal kan berangkat dari suami? Karena ibu masuk jam 7 pagi karena khawatir terlambat dan jauh ibu berangkat jam 5.30 padahal barangkali suami baru saja mandi. Anak-anak belum terurus baju sekolahnya, bahkan bisa saja di antara mereka nggak ada yang sarapan karena Ibu lupa menyediakan. Iya kan bu ?’ Kata saya kepada mereka.

Di antara ibu-ibu yang bekerja ini mulai menangis. Saya meminta izin untuk meneruskan taujih di sore itu.



“Dan ketika suami ibu pulang, ibu belum pulangkan karena ibu diminta lembur oleh boss ibu di pabrik. Ketika suami sudah ada di rumah jam 5 sore, ibu masih berkutat dengan pekerjaan sampai jam 8 malam. Suami ibu bingung ke mana dia mengadukan ceritanya hari itu dia mencari nafkah. Anak-anak ibu belum mandi bahkan bisa saja di antara mereka ada yang tidak shalat Maghrib, karena tidak ada yang mengingatkannya. Kemudian mau makan akhirnya makan seadanya, hanya masak mie dan telur karena hanya itu yang mereka mampu masak.

Suami ibu hanya makan itu bahkan hampir tiap malam, sedangkan ibu baru pulang jam 9 sampai di rumah di saat anak-anak ibu sudah lelah karena banyak bermain, bahkan di antara mereka masih ada yang bau karena nggak mandi. Suami ibu terkapar tertidur karena kelelahan, karena suami ibu menunggu kedatangan ibu. Kondisi ibu juga lelah, sangat lelah bahkan, ibu bahkan berbulan-bulan tidak bisa berhubungan intim dengan suami karena kelelahan….”

Ibu bekerja untuk menambah keuangan keluarga tapi ibu kehilangan banyak hal. Hal-hal yang pokok menjadi tidak selesai. Hal-hal yang ibu kerjakan di pabrik juga tidak maksimal karena hati ibu sedih tidak punya kesempatan mengurus suami dan anak-anak. Pakaian suami dan anak-anak kumal, kuku anak-anak panjang, rambut anak-anak gondrong dan tak terurus.




Ibu-ibu itu semakin kencang menangisnya, di antara mereka mengatakan “Hentikan ustadz, aku tak tahan lagi, hentikan”, sang ibu itu memeluk teman yang di sebelahnya dan menangis.

Sore itu saya berusaha menyampaikan kewajiban saya sebagai dai. Katakan yang benar itu walaupun harus membuat hati sedih. Di penutup saya menyampaikan, “Tidak ada larangan buat ibu bekerja dengan satu syarat, tugas pokok ibu tidak ada masalah, tidak ada hak-hak suami dan anak-anak yang berkurang yang dapat menyebabkan ketidak berkahan uang yang ibu dapatkan dari bekerja. Pastikan itu semua tidak ada masalah dan bekerjalah setelah itu”

Adzan Maghrib sore itu menghentikan ceramah saya di sela tangis ibu-ibu yang ingin segera pulang untuk bertemu dengan suami dan anak-anak mereka.

Baca Selengkapnya ....

Kisah Seorang Istri yang Bisa Membuat Suaminya Tergila Gila Padanya

Posted by Unknown 0 komentar



Seorang Ayah bercerita pd anak perempuannya,

Suatu hari seorang wanita tua diwawancarai oleh seorang presenter dalam sebuah acara tentang rahasia kebahagiaannya yang tak pernah putus.

Apakah hal itu karena ia pintar memasak? Atau karena ia cantik? Atau karena ia bisa melahirkan banyak anak, ataukah karena apa?


Wanita itu menjawab :
 “Sesungguhnya rahasia kabahagiaan suami istri
ada di tangan sang istri, tentunya setelah mendapat taufik dari Allah. Seorang istri mampu menjadikan rumahnya laksana surga, juga mampu menjadikannya neraka.
Jangan Anda katakan karena harta !
Sebab betapa banyak istri kaya raya namun ia rusak karenanya, lalu sang suami meninggalkannya.

Jangan pula Anda katakan karena anak-anak !
Bukankah banyak istri yang mampu melahirkan banyak anak hingga sepuluh namun sang suami tak mencintainya, bahkan mungkin menceraikannya.

Dan betapa banyak istri yang pintar memasak.
Di antara mereka ada yang mampu memasak hingga seharian tapi meskipun begitu ia sering mengeluhkan tentang perilaku buruk sang suami.”

Maka sang peresenter pun terheran, segera ia berucap:

“Lantas apakah #rahasia nya..?”

Wanita itu menjawab:

“Saat suamiku marah dan meledak-ledak, segera aku diam dengan rasa hormat padanya. Aku tundukkan kepalaku dengan penuh rasa maaf.
Tapi janganlah Anda diam yang disertai pandangan mengejek, sebab seorang lelaki sangat cerdas untuk memahami itu.”

“Kenapa Anda tidak keluar dari kamar saja..?” tukas presenter.

Wanita itu segera menjawab:
“Jangan Anda lalukan itu! Sebab suamimu akan menyangka bahwa Anda lari dan tak sudi mendengarkannya. Anda harus diam dan menerima segala yang diucapkannya hingga ia tenang.
Setelah ia tenang, aku katakan padanya;
'Apakah sudah selesai?'
Selanjutnya aku keluar….
Sebab ia pasti lelah dan butuh istirahat setelah melepas ledakan amarahnya.
Aku keluar dan melanjutkan kembali pekerjaan rumahku.”

“Apa yang Anda lakukan?
Apakah Anda menghindar darinya dan tidak berbicara dengannya selama sepekan atau lebih?” tanya presenter penasaran.

Wanita itu menasehati :

“Anda jangan lakukan itu, sebab itu kebiasaan buruk. Itu senjata yang bisa menjadi bumerang buat Anda.
Saat Anda menghindar darinya sepekan sedang ia ingin meminta maaf kepada Anda, maka menghindar darinya akan membuatnya kembali marah.
Bahkan mungkin ia akan jauh lebih murka dari sebelumnya.”

“Lalu apa yang Anda lakukan..?” tanya sang presenter terus mengejar.

Wanita itu menjawab:

“Selang dua jam atau lebih, aku bawakan untuknya segelas jus buah atau secangkir kopi, dan kukatakan padanya, Silakan diminum.
Aku tahu ia pasti membutuhkan hal yang demikian, maka aku berkata-kata padanya seperti tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.”

“Apakah Anda marah padanya..?” ucap presenter dengan muka takjub.

#Wanita itu berkata:

“Tidak...

Dan saat itulah suamiku mulai meminta maaf padaku dan ia berkata dengan suara yang lembut.”

“Dan Anda mempercayainya..?” ujar sang presenter.

Wanita itu menjawab :

“Ya. Pasti. Sebab aku percaya dengan diriku dan aku bukan orang bodoh.
Apakah Anda ingin aku mempercayainya saat ia marah lalu tidak mempercayainya saat ia tenang..?”

“Lalu bagaimana dengan harga diri Anda?” potong sang presenter.

“Harga diriku ada pada ridha suamiku dan pada tentramnya hubungan kami.
Dan sejatinya antara #suami #istri sudah tak ada lagi yang namanya harga diri.
Harga diri apa lagi..?!!
Padahal di hadapan suami Anda, Anda telah lepaskan semua pakaian Anda!”

Sumber : Ustadz Fairuz Ahmad

Baca Selengkapnya ....

Beginilah Mereka Menghancurkan Kita,

Posted by Unknown 0 komentar
Beginilah Mereka Menghancurkan Kita,
Lalu bagaimana sikap kita…??! (Mohon Dibaca Sejenak)

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”

“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”

“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

***

Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam.
Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:

“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”(QS. At Taubah :32).

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?

Baca Selengkapnya ....

SEPULUH PRINSIP PERUBAHAN PERILAKU ANAK YANG PERLU DIKETAHUI ORANGTUA

Posted by Unknown 0 komentar



"Bu, saya sudah nasihati anak saya tapi kok gak berubah juga?"
"Berapa kali bapak menasihati?"
"Eh, 1 atau 2 kali sih ..."
"Yaaa ... belum cukup kalau begitu, Pak. Ada paling tidak 10 hal yang perlu kita perhatikan bila kita ingin mengubah perilaku anak kita ... "
------------------------------

1. Umumnya perilaku, sikap dan kebiasaan dipelajari dari lingkungan.
Hanya sedikit perilaku yang disebabkan karena pengaruh biologis. Anak belajar dari lingkungan terdekatnya, yaitu orangtua. Orangtua dapat mengajarkan perilaku sosial sesuai dengan keunikan anak.

2. Umumnya perilaku bisa diubah.
Karena perilaku dipelajari maka juga bisa diubah.

3. Perubahan perilaku membutuhkan intervensi.
Banyak orangtua mengira bahwa perilaku anak bisa berubah sendiri seiring dengan pertambahan usia. Tidak, perilaku anak tidak bisa berubah sendiri. Perilaku akan memburuk jika tidak ada intervensi, sehingga menimbulkan masalah yang lebih besar pada aspek perkembangan anak lainnya di kemudian hari.

4. Intervensi harus mengubah respons/perilaku anak.
Apabila dengan pendekatan yang lama, masalah tetap muncul, maka orangtua perlu melakukan perubahan pendekatan. Rumusnya adalah "Ubah diri anda sendiri, maka anda bisa mengubah anak anda"

5. Peluang keberhasilan lebih besar jika orangtua menargetkan satu perubahan untuk satu waktu.
Jangan membuat diri orangtua atau anak kewalahan dan stress dengan mencoba mengubah terlalu banyak perilaku pada suatu saat. Keberhasilan pada satu perilaku akan mengembangkan kepercayaan diri dan rasa mampu untuk mengubah perilaku yang lain pada waktu berikutnya.

6. Identifikasi perubahan yang diinginkan dengan jelas
Banyak orangtua mengatakan, "Saya ingin anak saya tidak nakal lagi." Pernyataan ini kurang jelas. Buatlah pernyataan yang jelas dan spesifik sehingga orangtua tahu apakah perubahan sudah terjadi atau belum, misalnya, masalah anak berantakan, maka perubahan perilaku yang diinginkan adalah, anak menaruh kembali barang yang digunakan pada tempatnya.

7. Perilaku yang tidak diharapkan, perlu diganti perilaku lain
Jika orangtua mengharapkan perilaku anak berubah, maka perlu dicari perilaku lain sebagai gantinya. Misalnya, anak menghabiskan waktu main games di rumah. Maka bila anak tidak diperkenankan main games, perilaku apa yang dianjurkan atau diizinkan orangtua untuk dilakukan anak saat ada waktu luang di rumah.

8. Anak perlu berlatih perilaku baru
Perilaku baru perlu dipelajari dan dilatih berulang. Orangtua tidak cukup hanya memberi tahu atau memerintah, tapi perlu mencontohkan (anak mengamati), kemudian anak melakukan (orangtua mengamati) dan anak mengulangi hingga mahir.

9. Anak perlu memperkuat perilaku baru yang benar
Ketika anak melakukan pengulangan perilaku yang benar, maka orangtua perlu memberi penguatan. Penguatan akan memperbesar peluang anak mengulangi kembali apa yang dilakukan. Penguatan positif bisa berbentuk pujian, pengakuan atau senyuman. Dalam banyak kasus, hadiah tidak diperlukan. Penelitian menunjukkan, orangtua yang lebih peduli dan memberikan perhatian pada perilaku negatif anak, hasilnya: tidak mengubah perilaku negatif tersebut.

10. Rule 21. Perubahan membutuhkan waktu (21 hari melakukan intervensi secara konsisten)
Jangan berharap memberi nasihat satu kali, atau mencontohkan satu kali akan mengubah perilaku anak selamanya. Jadi apapun perubahan yang orangtua inginkan, berpegang teguhlah kepada rencana tersebut selama setidaknya dua puluh satu hari.

(Adaptasi dari The Big Book of Parenting Solutions, Michele Borba)

Baca Selengkapnya ....

IBU OPTIMIS

Posted by Unknown 0 komentar


Suatu hari di dalam sebuah obrolan ringan, saya sempat bertanya pada suami, "Ibunya Pak Habibie itu kayak gimana sih ya? Pingin deh tahu tentang apa yg sudah beliau lakukan sampai anaknya 'jadi orang' begitu?". Saya mencoba mencari buku "BJ Habibie, Mutiara Dari Timur" yg pernah saya baca 20 tahun lalu dari rak buku Papa, mencoba menemukan jawabannya, tapi tak ketemu juga buku itu.

Lama waktu berselang, sekitar setahun sejak ngobrol santai itu, suamiku mengirimkan pesan lewat Whatsapp sambil menyertakan secuplik rekaman suara. Rupanya rekaman suara Pak Habibie di acara Mata Najwa edisi Ulang Tahun Pak Habibie ke-80. "Itu jawaban yang dari dulu kamu cari-cari", katanya saat mengirimkan saya rekaman suara itu.

Benar saja, di acara Mata Najwa, Pak Habibie bercerita tentang ibunya yang sangat optimis, tegar dan hebat. Pak Habibie mengenang situasi saat ayahnya meninggal dunia, ibunya bersumpah di hadapan halayak yg hadir saat itu bahwa akan membesarkan anak-anak termasuk yg di dalam kandungan dengan tangannya sendiri, serta berjanji akan mengantarkan semua anaknya menjadi orang yg berguna bagi bangsa dan agama. Doa dan tekad seorang ibu optimis.

Pak Habibie juga bercerita tentang pengalaman pertamanya merantau. Saat usia 14 tahun, Rudy Habibie remaja diantar ke pelabuhan untuk merantau ke Jakarta. Saat menyaksikan Rudy Habibie yg menangis tak mau berpisah dengan ibunya, ibu RA Tuti Marni Puspowardojo itu bilang, "Rudy sedih? Mami lebih sedih lagi, tapi Mami harus lakukan ini demi masa depanmu". Lagi-lagi, bu Tuti rupanya bukan tipe ibu-ibu galau seperti saya, yg anak masuk sekolah pertama saja cemasnya minta ampun. Betapa dari certia Pak Habibie itu, tergambar sangat keberanian dan kebesaran hati seorang ibu optimis. Ditinggalkan suami dengan 8 anak yg masih kecil-kecil, tetapi masih bisa berpikir jernih, tegar, dan visioner. Luar biasa!

Selesai dari Mata Najwa, kehebatan ibu Tuti muncul lagi dalam beberapa scene yg saya saksikan di film Rudy Habibie (Habibie Ainun 2). Bagaimana ia dengan sangat bijaksana membangkitkan semangat Rudy muda saat di titik terendah dalam perjalanan studinya dan kehidupannya di negeri seberang. "Mami yakin Rudy pasti bisa, tunjukkan kamu sebenernya", ucapan sang ibu itu hanya berbalas tangisan pilu sang anak di rantau. Pun ketika ditanya orang tentang Rudy yg akan membuat pesawat terbang, sang ibu dengan gagah dan optimis mengoreksinya "Rudy bukan mau bikin pesawat terbang, tapi INDUSTRI pesawat terbang", katanya mantap.

Sekarang, kita jadi tahu, betapa ada ibu yg luar biasa yg membesarkan seorang Habibie kecil itu menjadi orang yg besar. Doa, optimisme, dan tekad membaja dalam membesarkan anak untuk menjadi orang yg berguna bagi bangsa dan agama, kiranya terkabul sudah.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin banyak menjumpai peristiwa serupa Ibu Tuti dan Rudy Habibie tadi. Tak jarang kita dengar kisah dari kawan, saudara, atau orang yg baru kita kenal sekalipun, tentang doa-doa dan harapan seorang ibu pada anaknya yg kemudian menjadi kenyataan. Bahkan kadang, tak perlu jauh-jauh, bisa jadi hal serupa terjadi pada perkataan orang tua kita sendiri.

Saya ingat, ketika dulu berada di kebingungan menjelang lulus SMA, saya bertanya pada Mama tentang kemana saya kelak akan berkuliah. Rupanya Mama dengan penuh percaya diri bilang, "Kata Mama mah teteh nanti masuk UI, jadi alumni UI, pokoknya berprestasi di UI".  Lha.. Saya cuma nyengir saja. Sebagai anak SMA di Bandung, UI tidak pernah ada dalam pikiran, cita-cita saya waktu itu kalau tidak ITB ya Unpad. Apa daya ternyata pada akhirnya saya harus akui ternyata Allah lebih ridho pada doa Mama.

Hal yg sama dialami pula oleh suami saya. Dulu, jauh hari sebelum suamiku itu lulus kuliah sarjana, Ibu yg saat itu di Melbourne menemani Bapa di tengah studi doktoral, pernah bekerja sampingan sebagai cleaner di KJRI Melbourne. Waktu itu ibu bilang, "suatu hari Aa akan duduk di sini", sambil menunjuk kursi Konjen Melbourne yg ia bersihkan. Sidqi, suamiku itu rupanya tak pernah bercita-cita jadi diplomat meski ia berkuliah di jurusan hubungan internasional. Menjadi dosen di kota adem ayem sepeti Jogja sepertinya lebih ia senangi, ketimbang menjadi Diplomat -  PNS Kementrian Luar Negeri -  dan tinggal di kota macet dan padat sepeti Jakarta dan Depok. Lagi-lagi, rupanya Allah mengabulkan doa Ibu untuknya, bukan jadi konjen Melbourne sih, tapi betul terkabul jadi diplomat. Hehe.

Saya jadi berpikir, saya punya doa apa untuk anak-anak saya? Saya punya keyakinan sebesar apa pada masa depan anak-anak saya? Seberapa besar rasa percaya diri saya akan keberhasilan anak-anak saya kelak? Ketika anak saya belum bisa baca sementara anak tetangga sudah bisa, saya galau. Ketika anak saya masih malu-malu tampil di atas panggung sementara anak lain tampil penuh percaya diri, saya cemas. Ketika anak-anak lain seusia anak saya bertubuh lebih tinggi dan besar, saya khawatir. Ketika anak saya bertingkah tak menyenangkan sementara anak lain tampak sangat manis, saya iri. Aaaaah... Dan masih banyak lagi rupanya hal lain yg saya khawatirkan. Sampai-sampai di tengah kesal, sempatnya batin terpikir, "mau jadi apa kau nanti, Nak?". astaghfirullah...

Memang, adalah manusiawi rasanya ketika kita sedih, khawatir, dan mencemaskan masa depan anak-anak kita. Akan tetapi, dari siapa lagi keyakinan itu muncul jika tidak dimulai dari kita sendiri, ibunya, bukan? Seseorang yg telah mengandungnya, melahirkannya, menyusuinya, mendidiknya, menemani hari-harinya, dan seterusnya. Jika kita saja pesimis, pada siapa lagi anak-anak berharap optimisme itu? Padahal, optimisme Ibu kiranya semacam doa tanpa penghalang pada Sang Maha Pengabul Doa. Karena itu, ditengah segala cemas takut dan ragu, tidak kah kita yg seharusnya menjadi orang pertama yg harus yakin akan kesuksesan dan keselamatan ananda untuk dunia dan akhiratnya?

Ibunda Pak Habibie, Mama, dan Ibu, mungkin hanya sedikit contoh kecil saja dari para ibu optimis itu. Optimisme dan doa dari Ibu yg seperti apa? Mungkin tak pada semua Ibu, tetapi ada pada ibu yg syurga tak hanya ada di telapak kakinya, tetapi senantiaa menjaga kebaikan dalam ucapan, perbuatan, dan teladan tingkah lakunya. Kiranya Allah ada bersamanya.

Serang,
19 Juli 2016
Mia Saadah

Baca Selengkapnya ....

KALAU MAU ANAK HEBAT, ORANGTUA HARUS BERUBAH!

Posted by Unknown 0 komentar


Saya sebenarnya sangat tertarik pada cerita dosen Unair yang sayang saya tak tahu namanya. Di beberapa WhatsApp saya baca rekaman momen yang dia catat saat menerima seorang siswa SLB yang mencari alamat. Dari Jogja, anak SLB itu ditugaskan gurunya mencari alamat di Surabaya.

Itulah penentuan kelulusannya. Dosen tadi merekam momen itu yang menyebabkan kebahagiaan si siswa. Sewaktu didalami, pak dosen mencatat, anak itu tak boleh diantar, tak boleh pakai taksi atau becak. Harus cari sendiri walau boleh bertanya. Ya, seorang diri.

Saya pikir di situ ada tiga orang hebat. Pertama adalah gurunya yang punya ide dan berani ambil risiko. Bayangkan, ini siswa SLB dan kalau dia hilang, habislah karir pak/bu guru itu. Apalagi kalau dia anak pejabat atau orang berduit. Kata orang Jakarta, ’’bisa mampus’’. Saya sendiri yang menugaskan mahasiswa satu orang satu negara pernah mengalami hal tersebut.

Kedua, orang tua yang rela melepas anaknya belajar dari alam. Ya, belajar itu berarti menghadapi realitas, bertemu dengan aneka kesulitan, mengambil keputusan, dan berhitung soal hidup, bukan matematika imajiner. Belajar itu bukan cuma memindahkan isi buku ke kertas, melainkan menguji kebenaran dan menghadapi aneka ketidakpastian.

Orang tua yang berani melepas anak-anaknya dan tidak mengganggu proses alam mengajak anak-anaknya bermain adalah orang tua yang hebat. Memercayai kehebatan anak merupakan awal kehebatan itu sendiri.

Ketiga, tentu saja si anak yang bergairah mengeksplorasi dan ’’membaca’’ alam. Anak-anak yang hebat adalah anak-anak yang berani keluar dari cangkangnya. Keluar dari rahim, dari selimut rasa nyaman, tidak lagi dibedong, digendong, atau dituntun. Berjalan di atas kaki dan memakai otaknya sendiri.

Otak Orang Tua

Tetapi, yang terjadi selanjutnya adalah sebuah tragedi. Semakin kaya dan berkuasa, orang tua semakin ’’menguasai’’ anak-anaknya. Pasangan diatur dan dipilih orang tua, jurusan dan mata kuliah, bahkan siapa dosennya, lalu juga di mana bekerja. Ini sungguh sebuah kelas menengah yang sudah kelewatan.

Bahkan, begitu bekerja, kita menemukan sosok-sosok yang, maaf, ’’agak bodoh’’. Katanya lulusan universitas terkenal, IPK tinggi, tetapi sama sekali tidak bisa mengambil keputusan. Dan di antara teman-temannya, mereka dikenal sebagai sosok yang tidak asyik, sulit ’’linkage’’ atau mingle dengan yang lain.

Setelah tinggal di mes, teman-temannya baru tahu. Ternyata, beberapa hari sekali ’’mami’’-nya menelepon dan nangis-nangis karena merasa kehilangan. Nasihat ’’mami’’ banyak sekali dan si anak terlihat takut. Disuruh nego soal gaji, dia pun nego, padahal kerja baru seminggu dan belum menunjukkan prestasi apa-apa. Begitu disuruh mami pulang, pulanglah dia tanpa izin dari kantor.

Anak saya sendiri sejak SMP sudah dididik mandiri. Maka saat di SMA, dia sudah tidak sulit mengambil keputusan. Bahkan saat kuliah di negeri seberang, dengan cepat dia bisa memilih tempat tinggalnya. Sedangkan anak seorang pegusaha butuh dua bulan. Waktu saya tanya mengapa, dia jelaskan bahwa setiap kali anaknya dapat rumah, ibunya menganulir.

Saya bayangkan betapa rumitnya pesta pernikahan anak-anak yang orang tuanya seperti itu. Tanpa disadari, mereka membuat otak anak-anaknya kosong, terbelenggu, tak terlatih. Semua itu adalah otak orang tua, bukan otak anaknya.

Namun, ketika kolom tentang dagelan orang tua saya tulis beberapa hari lalu itu beredar luas lewat media sosial, saya punya kesempatan untuk ’’membaca’’.

Mayoritas pembaca tertampar ketika dikatakan bahwa anak-anaknya hebat, tetapi telah merusaknya dengan memberikan pengawalan ’’superekstra’’. Namun, saya juga menemui orang tua yang bebal, yang mengancam saya harus diperiksa KPAI karena mereka menganggap anaknya yang sudah mahasiswa masih ’’di bawah umur’’.

Bahkan, ketika saya katakan, ’’Jangan Latih Anak-Anak Dijemput KBRI’’, mereka protes dengan dalih KBRI itu dibiayai negara, untuk melindungi anak-anak mereka. Ada juga yang sangat takut anaknya kesasar, jadi korban perdagangan manusia, diperkosa, dan seterusnya.

Terus terang, mereka itulah yang seharusnya berubah. Takut berlebihan bisa membuat anak-anak ’’lumpuh’’ dan bermental penumpang. Anak-anak itu merasa akan selalu pintar kalau di sekolah juara kelas. Padahal, pintar di sekolah tidak berarti pintar dalam hidup.

Kalau memang lokasi kunjungannya berbahaya, tentu bisa dipelajari. Anak-anak kita, khususnya mahasiswa (bahkan kelas 2–3 SMA), bisa diajak membaca lingkungan. Orang tua bisa memberikan advis, bukan mengambil keputusan.

Tetapi, harus saya katakan, melatih anak-anak berpikir dan mengambil keputusan sedari muda amatlah penting. Sepenting membangun pertahanan dan keamanan negara, kita butuh penerus yang cerdas dalam menghadapi kesulitan dan ketidakpastian. Sebab, itulah situasi yang dihadapi anak kita kelak pada abad ke-21 ini.

Saya juga dapat pesan dari guru besar perempuan UI yang disegani dan dari bupati Trenggalek. Dari guru besar UI, saya mendapat cerita bagaimana pada usia SMP dia sudah ditugaskan ayahnya menyusul sendiri ke Padang. Di sana, ayahnya yang tentara mendapat tugas baru. Dia pun harus mencari sekolah sendiri dan mendaftar sendiri.

Lalu, ketika setahun tinggal di sana, ayahnya ditugaskan panglima untuk tugas belajar ke Amerika Serikat. Tinggallah si anak harus merajut hidup dengan bekal seadanya di kota yang belum dia kenal. Tetapi, hasilnya, dia menjadi pemikir yang dikenal kaya dengan empati, bukan tipe manusia berwacana.

Sementara itu, dari Bupati Trenggalek Emil Dardak, saya mendapat proof bahwa apa yang dididik orang tua pada masa kecilnya amat bermanfaat untuk mengantarnya ke tugas hari ini. Ayahnya, Hermanto Dardak, mantan wakil menteri PU, sering mengajak Emil ke luar negeri kalau ada undangan seminar. Sesampai di kota itu, Emil ditugaskan jalan-jalan sendiri mengenal kota.

Emil menulis melalui WA ke saya, ’’Saya beruntung punya orang tua yang kuat jantung dan beri kesempatan untuk membangun masa depan yang saya mampu jalani, meski berisiko.’’ Anda tahu, bupati muda ini meraih gelar doktor dari Jepang pada usia 22 tahun.

Perjalanan hari ini membentuk anak-anak kita pada hari esok. Saya harap orang tua kelas menengah siap berubah. Janganlah khawatir berlebihan. Berikanlah kepercayaan dan tantangan agar mereka sukses seperti Anda. Sebab, rumput sekalipun, kalau tak tembus matahari, akan berubah menjadi tanah yang gundul.

--Rhenald Kasali

sumber:
http://www.jawapos.com/read/2016/07/05/37894/kalau-mau-anak-hebat-

Baca Selengkapnya ....

AGAR ANAK HAFAL AL QURAN SEBELUM USIA 7 TAHUN

Posted by Unknown 0 komentar


Saudaraku, inilah kiat-kiat praktis mendidik putra-putri kita
hafal Al Quran sebelum usia 7 tahun.

Kiat-kiat ini disampaikan oleh Syekh Dr. Kamil Al Labudi, 29 Ramadhan 1437 H.

Kiat-kiat ini disampaikan beliau berdasarkan pengalaman beliau dalam mendidik ketiga putra/putri beliau hafal Al Quran 30 juz dalam usia 4,5 tahun.
Semua putra/putri beliau hafal Al Quran 30 juz sebelum usia mereka 5 tahun.

1. Tabarok hafal 30 juz ketika usianya 4,5 tahun,
2. Yazid hafal 30 juz ketika usianya 4,5 tahun,
3. Zainah hafal 30 juz ketika usianya 5 tahun.

Inilah kiat-kiatnya:

1. Ketika anak kita lahir, dari usia 1 hari perdengarkan Al Quran setiap harinya 1 juz dan ulangi sebanyak 5 kali.
Ulangi terus selama satu bulan.
Jadi dalam waktu 1 bulan 1 juz di ulang sebanyak 150 kali. Maka waktu yang diperlukan untuk menamatkan memperdengarkan Al Quran sebanyak 30 juz hanya 30 bulan, yaitu 2,5 tahun. Ketika anak kita usianya 2,5 tahun dia sudah mendengarkan Al Quran 30 juz sebanyak 150 kali.

2. Pilihlah bacaan dari para Masyayikh, para Qori yang terkenal bacaannya fasih, seperti Qori Syekh Mahmud Kholil Al Hushori, Syekh Shiddiq Al Minsyawi, dll. Atau para Qori dari Saudi Arabia, seperti Syekh Ali Al Hudzaifi, Syekh Muhammad Ayyub, dll.

3. Ketika anak kita sudah tamat mendengarkan bacaan Al Quran 30 juz, maka ajarkan hafalan kepadanya. Sehari setengah halaman atau satu halaman, ulangi setiap harinya sampai 5 kali.

4. Buat cara yang menarik untuk anak kita agar mau menghafal, berikan hadiah ketika bisa mencapai target.

5. Doa kepada Alloh swt  agar dimudahkan dalam membimbing anak kita dalam proses menghafal Al Quran 30 juz.

Dengan metode seperti ini, hanya perlu waktu 1,5 tahun anak kita hafal Al Quran 30 juz.

Semoga Alloh swt memberikan rahmat-Nya kepada kita semua agar keluarga kita menjadi Ahlul Quran dan

semoga putra-putri kita hafal Al Quran 30 juz dan berakhlaq dengan akhlaq Al Quran.

آمين يارب العالمين

Baca Selengkapnya ....

Mengapa Membaca Al-Qur'an itu Penting ?

Posted by Unknown 0 komentar


Karena menurut survey yang dilakukan oleh dr. Al-Qodhi
di Klinik Besar Florida, Amerika Serikat,
berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan ayat suci  al-Qur'an
baik bagi  yg mengerti bahasa Arab atau tidak,
ternyata memberikan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Termasuk salah satunya menangkal berbagai macam penyakit.

Hal ini dikuatkan lagi oleh Penemuan Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston.

Lalu, mengapa di dalam Islam, ketika kita mengaji disarankan untuk bersuara ? Minimal untuk diri sendiri alias terdengar oleh telinga kita.

Berikut penjelasan logisnya :

✅ Setiap sel di dalam tubuh kita bergetar di dalam sebuah sistem yang seksama, dan perubahan sekecil apapun dalam getaran ini  akan menimbulkan potensi penyakit di berbagai bagian tubuh...

Nah... Sel-sel yang rusak ini harus digetarkan kembali untuk mengembalikan keseimbangannya.

Hal tersebut artinya harus dengan suara. Maka muncullah TERAPI SUARA yang ditemukan oleh dr. Alfred Tomatis, seorang dokter di Prancis.

Sementara dr. Al-Qodhi menemukan, bahwa
MEMBACA AL-QUR'AN DENGAN BERSUARA,  Memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap sel-sel otak untuk mengembalikan keseimbangannya.

✅ Penelitian berikutnya membuktikan Sel Kanker dapat hancur dengan menggunakan FREKUENSI SUARA  saja.

Dan kembali terbukti bahwa, Membaca Al-Qur'an memiliki dampak hebat dalam proses penyembuhan penyakit sekaliber kanker.


✅ Virus dan kuman berhenti bergetar saat dibacakan ayat suci Al-Qur'an, dan disaat yang sama , Sel-sel sehat menjadi aktif. Mengembalikan keseimbangan program yang terganggu tadi. Silahkan dilihat QS. Al-Isro' ayat 82.👌


Dan yang lebih menguatkan supaya diri ini semakin rajin dan giat membaca al-Qur'an adalah karena menurut survey :
SUARA YANG PALING MEMILIKI PENGARUH KUAT TERHADAP SEL-SEL TUBUH, ADALAH SUARA SI PEMILIK TUBUH ITU SENDIRI. Lihat QS. 7 ayat 55 dan QS. 17 ayat 10.👌


Mengapa Sholat berjama'ah lebih di anjurkan?.
Karena ada do'a yg dilantunkan dengan keras, sehingga terdengar oleh telinga, Dan ini bisa memgembalikan sistem yang seharian rusak.

Mengapa dalam Islam mendengarkan lagu hingar bingar tidak dianjurkan?.
Karena survey membuktikan, bahwa getaran suara hingar bingar MEMBUAT TUBUH TIDAK SEIMBANG.

Maka kesimpulannya adalah :

1. Bacalah Al-Qur'an di pagi hari dan malam hari sebelum tidur untuk mengembalikan sistem tubuh kembali normal.

2. Kurangi mendengarkan musik hingar bingar, ganti saja dengan murotal yang jelas-jelas memberikan efek menyembuhkan.
Siapa tau kita punya potensi terkena kanker, tapi karena rajin mendengarkan murotal, penyakit tersebut bisa hancur sebelum terdeteksi.

3. Benerkan baca al-Qur'an, karena efek suara kita sendirilah yang paling dasyat dalam penyembuhan.

Untuk itu niatkan baca Al Quran dengan tajwid dan tartil serta mengharapkan keridlaan kepada Allah SWT

✍ Niatkan juga untuk me-ruqyah diri sendiri, agar optimal proses tazkiyyahnya.

Selamat Mencoba...

Baca Selengkapnya ....

JANGAN LELAH JADI IBU

Posted by Unknown 0 komentar
.

" Banyak sumber kekuatan, namun satupun tidak ada yang bisa menandingi keikhlasan...."



"Ini kerjaan kok ga beres2..."

"Tiap hari kok kaya gini terus..."

"Butuh libur, butuh piknik, butuh me-time, butuh rehat sejenaaak saja..."

"Kalo boleh lari pengen lari aja deh rasanya..."

"Seandainya ada tombol PAUSE untuk semua ini

Pekerjaan rutinitas seorang Ibu nampak seakan sia-sia dan berulang.

Begitu terus setiap hari. Tidak ada habisnya.

Masih ingat kisah Siti Hajar? 
Ibunda Nabi Ismail 'alayhi salam ini berlari bolak balik dari Shofa ke Marwah sampai 7 kali. Berharap di padang gurun yang gersang itu barangkali ada air untuk bayinya yang sedang haus.

Ketemukah airnya? Tidak.

Tetapi lari-larinya Siti Hajar yang "sia-sia" itu ternyata menjadi asbab ridhoNya Allah sehingga memancarlah air zamzam yang sampai sekarang tak pernah surut justru dari jejakan kaki bayi Ismail.

Sia-siakah yang dilakukan sang Ibu? Tidak sama sekali ternyata.

Pekerjaan keIBUan: menyusui, memandikan, ganti popok, menyuapi, and so on.. Memasak, menyapu, mengepel, mencuci, and so on buat yang ga ada ART..
Semua tetek bengek itu seakan terlihat tidak gemerlap, tidak keren, tidak ngeksis. Seakan sia2, ga ada hasil. Tapi yang berlelah2 itu, bisa jadi asbab ridho Allah...

Bisa jadi yg mengantarkan kita ke Jannah...

Tidak terlihat mulia dihadapan penduduk bumi tetapi bisa jadi membahana seantero 'penduduk langit'. Bukankah itu yang lebih penting?

Bukankah doa ibunda mustajab tanpa penghalang ke Allah?

Maka setiap pekerjaan keIBUan itu bisa jadi dzikrullah & doa.

Semoga setiap tetes susu yang mengalir ke bayi ini mengalir pula kesholihan..

Semoga yang memakai baju2 yg kucuci ini selalu menjaga kehormatannya...

Semoga yang memakan hidangan ini diberiNya kesehatan...

Semoga setiap suapan nasi ini menjadikannya anak yang kuat...

Maka..
Mari buat malaikat Raqib sibuk luar biasa mencatat kebaikan2 yang kita upayakan. 
Allah sebaik2nya pemberi balasan. 
Wallahu'alam.

Semoga menjadi pengingat dan penyemangat.

Baca Selengkapnya ....